Sikap Khulafa'ur Rasyidin Saat Menghadapi Ajalnya
Kematian adalah hal yang pasti. Namun sebagai seorang muslim yang beriman, kita diberi kesempatan oleh Allah SWT dengan umur yang diberikan-Nya meraih berbagai macam pahala dan bertaubat agar dapat mati dalam keadaan yang sebaik-baiknya. Nah, mengenai hal ini, menarik untuk menyimak bagaimana akhir hayat para Khulafa’ur Rasyidin. Bagaimana sikap mereka saat merasa ajalnya telah tiba.
Tugas Seorang Muslim
Bagi seorang muslim, keberadaannya di dunia bukan tanpa
alasan. Setelah memahami siapa Sang Pencipta yang haq, maka didapati bahwa
petunjuk dari Sang Pencipta inilah yang paling layak dijadikan pedoman. Sang
Pencipta yang tidak ada tuhan selain-Nya adalah Allah SWT.
Bagaimana petunjuk dari Allah SWT terkait tugas seorang
muslim yang menjadi alasan mengapa dia dihidupkan serta menjadi patokan bagi
tujuan hidupnya? Bisa dilihat dari wahyu yang Allah SWT turunkan di dalam Al
Qur’an,
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.” (Az Zariyat : 56)
Kata “mengabdi kepada-Ku” di definisikan menjalankan seluruh
perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya. Seluruh perintah Allah SWT
semuanya terkumpul dari satu pedoman yaitu syari’at Islam. Maka, bisa
disimpulkan, bagi seorang muslim kehidupannya di dunia adalah untuk menjalankan
berbagai aktivitas dalam hidupnya sesuai dengan syari’at Islam.
Saat Khulafa'ur Rasyidin Menjumpai Ajalnya
Jika seorang muslim dapat menjalankan syari’at Islam secara
sempurna bagi dirinya, maka sebagai seorang muslim dapat dikatakan bahwa dia
menjalankan tugasnya dengan baik. Apabila dalam kehidupan ini, dia
menyelesaikan tugasnya dengan bagi maka dapat diasumsikan bahwa dia dapat
kembali ke sisi Allah SWT dalam keadaan yang baik pulang.
Kembalinya seseorang ke sisi Allah SWT (dari kehidupan
dunia) melalui jembatan yang bernama kematian. Meskipun disebut jembatan, namun
ternyata kematian merupakan peristiwa yang berat untuk dijalani bagi siapapun. Diriwayatkan
dari Syahr bin Husyab dia berkata,
"Rasulullah SAW ditanya tentang beratnya kematian,
Beliau SAW bersabda, "Kematian yang paling ringan adalah seperti bulu wol
yang tercerabut dari kulit domba."
Hadits dari Nabi SAW di atas menggambarkan bahwa kematian
yang paling ringan saja begitu menyakitkan. Maka dari itu, wajar jika dikatakan
bahwa kematian merupakan peristiwa yang berat. Untuk menghadapi peristiwa yang
berat inilah kita mempersiapkan kematian.
Lantas, bagaimana kita mempersiapkan kematian? Mari kita
melihat terlebih dahulu amalan para Shahabat Rasulullah SAW yang telah dijamin
masuk surga. Mereka saat merasa sudah didatangi oleh ajalnya, melakukan
amalan-amalan yang menjadikan mereka mengerti akan kedatangan peristiwa ini.
Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Abu Bakar, Umar bin Khatthab, Utsman bin
‘Affan dan Ali bin Abu Thalib, semoga Allah SWT meridhoi mereka semua.
1. Abu Bakar
Diriwayatkan, ketika menghadapi hari-hari kematiannya, Abu
Bakar As-Shiddieq RA sering membaca surah Qaaf [50] ayat 19. Abu Bakar berpesan
kepada putrinya Aisyah, "Lihatlah kedua pakaianku ini, cucilah keduanya
dan kafankan aku dengannya. Sesungguhnya mereka yang hidup lebih utama
menggunakan baju baru daripada yang sudah jadi mayit."
2. Umar bin Khattab
Ketika Umar bin Khattab RA ditusuk oleh seseorang,
sahabatnya bernama Abdullah bin Abbas RA datang menjenguknya. Dia berkata,
"Engkau telah masuk Islam saat orang-orang (lain) masih kafir. Dan engkau
selalu berjihad bersama Rasulullah saat orang-orang (lain) malas. Saat
Rasulullah SAW wafat dia sudah ridha denganmu."
Umar kemudian berkata, "Ulangi ucapanmu!" Maka
diulang kepadanya. Dia kemudian berkata, "Celakalah orang yang tertipu
dengan ucapan-ucapanmu itu."
3. Utsman bin Affan
Setelah ditusuk oleh orang-orang yang memberontak hingga
darah mengalir ke janggutnya, Utsman bin Affan RA berkata, "Tidak ada
Tuhan selain Engkau (ya Allah), Mahasuci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang zalim. Ya Allah, aku memohon perlindungan-Mu dan
pertolongan-Mu atas segala persoalanku dan aku memohon pada-Mu diberikan
kesabaran atas ujian ini."
4. Ali bin Abu Thalib
Menjelang kematiannya, Ali bin Abi Thalib RA berkata,
"Apa yang sudah dilakukan terhadap orang yang menusukku?" Mereka
menjawab, "Kami telah menangkapnya." Ali berkata, "Beri makan dan minum dia
dengan makanan dan minumanku. Jika aku hidup, aku ingin melihatnya dengan mata
kepalaku sendiri. Jika aku mati, pukullah dia sekali pukul saja. Jangan kalian
tambahkan sedikit pun."
Ali kemudian berpesan kepada putranya Hasan RA agar
memandikannya. Ia berkata, "Jangan berlebih-lebihan dalam mengafaniku.
Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah
bermewah-mewahan dalam berkafan sebab yang demikian itu menghimpit dengan
keras."
Dari berbagai uraian serta peristiwa di atas, kita sedikit
dapat mengambil pelajaran. Bahwa, mempersiapkan kematian tidak jauh dari
bagaimana menyempurnakan tugas kita sebagai seorang muslim yaitu berusaha
menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Aktivitas ini jika
dirinci lebih spesifik adalah mengerjakan setiap amalan shalih, menghindari
berbagai macam maksiyat serta selalu melakukan tobat.
Terakhir, untuk lebih menguatkan upaya kita menyelesaikan
tugas selama masih diberikan kehidupan ini, mari simak hadits Rasulullah SAW
berikut.
“Orang cerdas adalah orang yang rendah diri dan beramal
untuk kehidupan setelah kematian, dan orang lemah adalah orang yang mengikutkan
dirinya pada hawa nafsunya dan berangan-angan atas Allah,” (HR. al-Tirmidzi,
Ibnu Majah dan lainnya).
Begitulah berbagai sikap dari orang-orang terbaik dari
kalangan pengikut setia Rasulullah SAW. Semoga kita bisa mencontohnya. Untuk
Anda yang membutuhkan keranda mayat yang bisa digunakan oleh Masjid atau yang
lainnya, silahkan berkonsultasi dan bertanya harga keranda mayat di
distributorkerandamayat.com.
Posting Komentar untuk "Sikap Khulafa'ur Rasyidin Saat Menghadapi Ajalnya"